Di era teknologi digital saat ini
telah berkembang suatu paradigma baru yaitu masyarakat yang disebut sebagai “Knowledge
Based Society” atau masyarakat yang berbasis pada pengetahuan. Yaitu masyarakat
yang memiliki pengetahuan dan kemampunan untuk mengakses dan memanfaatkan
informasi serta menjadikan informasi sebagai nilai tambah dalam peningkatan
kualitas kehidupan. Selain itu, di era teknologi digital ini telah terjadi
konvergensi teknologi dalam media penyiaran (broadcasting), media
telekomunikasi dan media teknologi informasi, misalnya siaran TV bisa dilihat
di HP, siaran TV dilihat melalui internet, demikian juga dengan adanya
penyiaran TV digital nantinya akses internet pun dapat melalui TV.
Pengertian Siaran TV Digital
Televisi digital atau penyiaran
digital adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem
kompresi untuk menyiarkan sinyal video, audio, dan data ke pesawat televisi.
Berdasarkan hasil survey dinyatakan bahwa saat ini penggunaan perangkat TV di Indonesia cukup tinggi dibandingkan media informasi lain, yaitu 55% dari seluruh jumlah keluarga di Indonesia itu memiliki TV atau terdapat 40 juta pemirsa TV, maka dapat dinyatakan bahwa media TV merupakan sarana yang paling tepat untuk digunakan sebagai distribusi dan diseminasi informasi di Indonesia. Dengan keterbatasan alokasi frekuensi yang digunakan untuk penyiaran media TV, tentunya akan mengakibatkan jumlah informasi yang diperoleh masyarakat melalui siaran TV menjadi terbatas dan kurang berimbang. Hal inilah yang dijadikan pemerintah untuk untuk melakukan migrasi dari siaran TV Analog ke siaran TV Digital.
Berdasarkan hasil survey dinyatakan bahwa saat ini penggunaan perangkat TV di Indonesia cukup tinggi dibandingkan media informasi lain, yaitu 55% dari seluruh jumlah keluarga di Indonesia itu memiliki TV atau terdapat 40 juta pemirsa TV, maka dapat dinyatakan bahwa media TV merupakan sarana yang paling tepat untuk digunakan sebagai distribusi dan diseminasi informasi di Indonesia. Dengan keterbatasan alokasi frekuensi yang digunakan untuk penyiaran media TV, tentunya akan mengakibatkan jumlah informasi yang diperoleh masyarakat melalui siaran TV menjadi terbatas dan kurang berimbang. Hal inilah yang dijadikan pemerintah untuk untuk melakukan migrasi dari siaran TV Analog ke siaran TV Digital.
Selain alasan di atas, pengembangan
televisi digital antara lain dikarenakan:
Ø Perubahan
lingkungan eksternal, antara lain:
1. Pasar TV analog yang sudah jenuh
2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel
1. Pasar TV analog yang sudah jenuh
2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel
Ø Perkembangan
teknologi, misalnya:
1. Teknologi pemrosesan sinyal digital
2. Teknologi transmisi digital
3. Teknologi semikonduktor
4. Teknologi peralatan yang beresolusi tinggi
1. Teknologi pemrosesan sinyal digital
2. Teknologi transmisi digital
3. Teknologi semikonduktor
4. Teknologi peralatan yang beresolusi tinggi
Perbedaan TV Analog dan TV Digital
Selama bertahun-tahun kita hanya
tahu bahwa TV menggunakan sinyal analog dan berbentuk tube atau tabung atau CRT
(Cathode Ray Tube), yang mana sinyal tersebut menggunakan gelombang radio yang
kemudian diterjemahkan menjadi suara dan gambar.
Dan pada beberapa jenis TV analog,
gambar menjadi berkedip-kedip dengan kualitas gambar menjadi turun atau tidak
jernih. Hal ini karena gambar-gambar analog yang menyatu karena pancaran
elektron yang ditembakkan hanya setengahnya saja yang sampai ke layar TV dan TV
analog hanya mampu menampilkan gambar dengan besaran resolusi 480 pixel saja sehingga gambar tidak mampu tertampil dalam
TV berukuran besar.
Sekarang siaran TV yang mulai
digunakan adalah (DTV). DTV adalah transmisi sinyal
yang menggunakan kode 01. Pada penyiaran on air, DTV dipancarkan menggunakan
Ultra High Frequency (UHF) dengan spektrum radio mulai dari 6 MHz. Kualitas
gambar sangat jernih meski dalam TV berukuran kecil. Resolusi DTV mencapai 704
pixel sehingga gambar tetap jernih meski tampil pada layar besar. Untuk vidio, karena dukungan resolusi yang tinggi, maka tampilan gambar
per frame tidak akan menghasilkan kedipan. Beda dengan TV analog yang bila
dipakai untuk video dan dipaksakan pada layar besar, gambar akan menjadi buram
dan terputus-putus. DTV juga mendukung siaran HDTV
HDTV adalah bagian dari standart yang ditetapkan untuk DTV.
Standart tersebut berkaitan dengan bagaimana audiodan video itu dapat diterjemahkan dan ditransmisikan. Jadi,
tidak semua DTV memiliki kualitas yang sama karena ada beberapa level kualitas
dari DTV. Dan HDTV ini adalah standar tertinggi dari sinyal digital yang ada
pada saat ini. Kualitas terendah yang dimiliki format digital adalah kualitas tertinggi yang dimiliki oleh TV
analog. tandar DTV memiliki aspek rasio 4:3 sedangkan HDTV 16:9 (seperti yang
dimiliki layar bioskop). Resolusi HDTV bisa mencapai 1921×1080 pixel, dan yang
terendah adalah 1280×720 pixel. Sedangkan pada DTV hanya mencapai 704×480 pixel
saja. Artinya, jumlah pixel HDTV 10x lebih banyak daripada TV analog. Untuk
frame rate, boleh dibilang sama. Namun perbedaan yang paling mencolok adalah TV
analog tidak mampu menampilkan resolusi 1920×1080 pixel dengan kecepatan 60
fps.
Dampak Penyiaran TV Digital
Dampak Positif
Banyak manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dengan beralih ke penyiaran TV digital antara lain:
• Kualitas gambar yang lebih halus dan tajam,
• Pengurangan terhadap efek noise,
• Kemudahan untuk recovery pada penerima dengan error correction code, serta
• mengurangi efek dopler jika menerima siaran tv dalam kondisi bergerak (misalnya di mobil, bus, maupun kereta api).
• Selain itu sinyal digital dapat menampung program siaran dalam satu paket, dikarenakan pemakaian bandwidth pada tv digital tidak sebesar tv analog.
Dampak Negatif
Disamping banyak hal yang bermanfaat, tentunya kendala yang akan dihadapi dalam migrasi ke siaran TV digital pun juga semakin banyak seperti:
• Regulasi bidang penyiaran yang harus diperbaiki,
• Standardisasi yang harus segera ditentukan baik untuk perangkat dan teknologi yang akan digunakan,
• Industri pendukung yang harus segera disiapkan baik perangkat maupun kontennya.
• Jika kanal TV digital ini diberikan secara sembarangan kepada pendatang baru, selain penyelenggara TV siaran digital terrestrial harus membangun sendiri infrastruktur dari nol, maka kesempatan bagi penyelenggara TV analog eksisting seperti TVRI, 5 TV swasta eksisting dan 5 penyelenggara TV baru untuk berubah menjadi TV digital di kemudian hari akan tertutup karena kanal frekuensinya sudah habis.
Dampak Positif
Banyak manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dengan beralih ke penyiaran TV digital antara lain:
• Kualitas gambar yang lebih halus dan tajam,
• Pengurangan terhadap efek noise,
• Kemudahan untuk recovery pada penerima dengan error correction code, serta
• mengurangi efek dopler jika menerima siaran tv dalam kondisi bergerak (misalnya di mobil, bus, maupun kereta api).
• Selain itu sinyal digital dapat menampung program siaran dalam satu paket, dikarenakan pemakaian bandwidth pada tv digital tidak sebesar tv analog.
Dampak Negatif
Disamping banyak hal yang bermanfaat, tentunya kendala yang akan dihadapi dalam migrasi ke siaran TV digital pun juga semakin banyak seperti:
• Regulasi bidang penyiaran yang harus diperbaiki,
• Standardisasi yang harus segera ditentukan baik untuk perangkat dan teknologi yang akan digunakan,
• Industri pendukung yang harus segera disiapkan baik perangkat maupun kontennya.
• Jika kanal TV digital ini diberikan secara sembarangan kepada pendatang baru, selain penyelenggara TV siaran digital terrestrial harus membangun sendiri infrastruktur dari nol, maka kesempatan bagi penyelenggara TV analog eksisting seperti TVRI, 5 TV swasta eksisting dan 5 penyelenggara TV baru untuk berubah menjadi TV digital di kemudian hari akan tertutup karena kanal frekuensinya sudah habis.
Aplikasi untuk Industri TV di
Indonesia
Beberapa waktu yang lalu di harian ini saya menulis mengenai Era Pay TV di Indonesia (Media Indonesia tanggal 18 April 1996). Di dalamnya saya menggambarkan teknologi baru yang telah dikembangkan untuk memancarkan siaran TV dan juga sebagai sarana untuk data communication, yaitu Wireless System. Karena ekonomis, teknologi ini sekarang diakui telah mencatat sejarah baru sistem penyiaran TV di Amerika. Apalagi setelah disempurnakan dengan teknologi MPEG2 atau digital compression (lihat box) telah menjadikan Wireless System bisa memancarkan hingga sekaligus ratusan kanal dan dengan kualitas penerimaan yang tinggi.
Jika diterapkan di Indonesia teknologi ini sebenarnya menjawab kebutuhan lima TV swasta Indonesia yang terus berlomba-lomba menambah areal liputan siarannya di daerah-daerah. Setiap stasiun TV swasta terus menambah jumlah stasiun relay di daerah-daerah, karena penetrasi yang luas menjadi penting untuk menjaring iklan sebanyak-banyaknya. Kendati stasiun relay kini dibangun dengan bekerja sama antar lima stasiun, satu stasiun relay membutuhkan investasi sebesar kira-kira lima milyar Rupiah. Belum ditambah dengan biaya pengoperasiannya setiap bulan. RCTI misalnya, berencana untuk memiliki 300 stasiun relay. Padahal dengan Wireless System biaya untuk membangun stasiun Wireless System cukup dengan USD 200.000.
Heartland Wireless Communications, Inc., yang mengaku perusahaan Pay TV dengan Wireless System terbesar di Amerika, hanya menawarkan USD 50 untuk mulai berlangganan yang termasuk didalamnya sewa peralatan dan biaya instalasi ditambah gratis iuran bulan pertama.
Wireless System
Wireless System yang di Amerika yang mulanya disebut MMDS (Multi-point Multi-channel Distribution Service) kini adalah industri yang bernilai sebesar dua milyar Dollar Amerika setahun. Awalnya, system ini digunakan untuk komunikasi data bisnis. Sekarang pun masih digunakan oleh sistem komunikasi data oleh kebanyakan Bank, untuk ATM misalnya. Wireless System juga digunakan secara luas oleh operator telephone selular dan pager. Wireless System menggunakan pemancaran gelombang mikro atau microwave transmission, sehingga sistem ini membutuhkan alat tambahan pada pesawat TV untuk menerima siaran MMDS atau Wireless System ini. Banyak perusahaan elektronik yang telah terjun ke dalam industri peralatan Wireless System ini. Di antaranya adalah : People's Choice TV, PacTel, NYNEX, Thomson (RCA), Zenith, dan General Instruments. Sedangkan Pasific Monolithics, yang terletak di jantung Lembah Silicon di Amerika adalah perusahaan yang terbesar dalam memproduksi peralatan Wireless System. Pasific Monolithics melayani lebih dari 150 perusahaan penyedia siaran Wireless System di 40 negara di seluruh dunia.
Wireless System sebenarnya sudah ada sejak tahun 1984 di Amerika. Waktu itu Wireless System sudah bisa menyediakan 33 channel (kanal) analog. Industri ini tumbuh begitu pesatnya sejak dihapuskannya pembatasan bagi Wireless System pada 1992 untuk ikut menyiarkan acara-acara top dari jaringan TV broadcast biasa. Dari hanya 200.000 pelanggan tiba-tiba tumbuh sebesar 250% menjadi 750.000 pelanggan pada akhir tahun 1994. Menurut Presiden Wireless Cable Association International, Andrew Kreig, Wireless System saat ini telah mencapai 5 juta pelanggan tersebar di 80 negara di dunia.
Wireless System adalah sistem yang paling ekonomis yang pernah dikembangkan untuk pemancaran siaran TV. Wireless System bisa menjawab mahalnya peralatan pemancar dan penerima siaran DBS yang harus dibeli oleh pelanggan (lihat tulisan saya Di Era Siaran DBS, TV Swasta Tergusur? Media Indonesia 6 Juni 1996, juga Mengukur Bisnis TV Digital Peter Gontha, SWA 5 Maret 1997). Wireless System menjawab mahalnya investasi yang dikeluarkan jaringan TV broadcast biasa untuk mendirikan sebuah satu stasiun relay di daerah supaya areal cakupannya meluas (seperti lima TV swasta di Indonesia). Atau Wireless System juga menjawab tidak praktisnya membangun siaran TV yang didistribusikan lewat jaringan kabel coaxial, seperti yang dilakukan Indovision di beberapa perumahan di Jabotabek (lihat Era Pay TV di Indonesia).
Layanan Baru yang Bisa ditawarkan TV Swasta
Satu stasiun Wireless System dapat menyediakan 33 kanal siaran analog atau 100 hingga 300 kanal siaran digital! Selain bisa digunakan untuk kanal-kanal siaran TV, kanal ini juga bisa digunakan untuk membangun Interactive TV (pay-per-view), atau kanal untuk access ke Internet dengan kecepatan mengirim data sebesar 36 Megabit per detik (lewat kabel telepon paling tinggi cuma 28,8 kilobit per detik).
Interactive TV sebenarnya sudah diaplikasikan oleh beberapa stasiun TV swasta Indonesia, namun untuk aplikasi yang sederhana yakni sebagai sarana bermain game, seperti Jitu, Gol Gol Gol dan lain-lain. Dengan Wireless System dapat disediakan interactive TV yang lebih menarik, yaitu menyediakan acara (biasanya film) yang bisa dipilih (pay-per-view). Pelanggan hanya akan membayar film yang dipesannya saja. Di Amerika, pay-per-view ini telah menurunkan pendapatan usaha rental film (Laser Disk dan Kaset) karena melalui pay-per-view, orang tidak perlu ke luar rumah untuk meminjam dan mengembalikan film dengan harga yang sama.
Untuk membangun Pay-per-view di Indonesia cukup bekerjasama dengan misalnya dengan DirecTV di Amerika yang telah memiliki perlengkapan pay-per-view. Film yang dipesan dapat ditransfer dari DirectTV melalui satelit kemudian dipancarkan ke rumah pemesan melalui Wireless. Kendati secara teknologi hal ini memungkinkan, namun di Indonesia barangkali pay-per-view ini akan terbentur pada soal peraturan, karena ini menyangkut soal serbuan "budaya asing" ke Indonesia yang sebenarnya juga sudah terjadi lewat serbuan "budaya asing" lewat Laser Disc, kaset dan terakhir lewat murahnya Video CD bajakan. Padahal lewat pay-per-view, "serbuan" ini lebih bisa dikontrol atau diseleksi dibanding menyeleksi dan mengontrolnya lewat rental dan pasar gelap.
Meski demikian Wireless System ini memiliki kekurangan, yaitu siarannya tidak boleh terhalang oleh gedung atau bukit untuk mendapatkan mutu siaran yang maksimal. Juga radius siarannya hanya 75 sampai 90 miles atau sekitar 130 km. Namun demikian kekurangan itu bisa diatasi dengan dengan peralatan repeater untuk memperbaiki siaran di daerah yang terhalang (daerah bayangan)
Beberapa waktu yang lalu di harian ini saya menulis mengenai Era Pay TV di Indonesia (Media Indonesia tanggal 18 April 1996). Di dalamnya saya menggambarkan teknologi baru yang telah dikembangkan untuk memancarkan siaran TV dan juga sebagai sarana untuk data communication, yaitu Wireless System. Karena ekonomis, teknologi ini sekarang diakui telah mencatat sejarah baru sistem penyiaran TV di Amerika. Apalagi setelah disempurnakan dengan teknologi MPEG2 atau digital compression (lihat box) telah menjadikan Wireless System bisa memancarkan hingga sekaligus ratusan kanal dan dengan kualitas penerimaan yang tinggi.
Jika diterapkan di Indonesia teknologi ini sebenarnya menjawab kebutuhan lima TV swasta Indonesia yang terus berlomba-lomba menambah areal liputan siarannya di daerah-daerah. Setiap stasiun TV swasta terus menambah jumlah stasiun relay di daerah-daerah, karena penetrasi yang luas menjadi penting untuk menjaring iklan sebanyak-banyaknya. Kendati stasiun relay kini dibangun dengan bekerja sama antar lima stasiun, satu stasiun relay membutuhkan investasi sebesar kira-kira lima milyar Rupiah. Belum ditambah dengan biaya pengoperasiannya setiap bulan. RCTI misalnya, berencana untuk memiliki 300 stasiun relay. Padahal dengan Wireless System biaya untuk membangun stasiun Wireless System cukup dengan USD 200.000.
Heartland Wireless Communications, Inc., yang mengaku perusahaan Pay TV dengan Wireless System terbesar di Amerika, hanya menawarkan USD 50 untuk mulai berlangganan yang termasuk didalamnya sewa peralatan dan biaya instalasi ditambah gratis iuran bulan pertama.
Wireless System
Wireless System yang di Amerika yang mulanya disebut MMDS (Multi-point Multi-channel Distribution Service) kini adalah industri yang bernilai sebesar dua milyar Dollar Amerika setahun. Awalnya, system ini digunakan untuk komunikasi data bisnis. Sekarang pun masih digunakan oleh sistem komunikasi data oleh kebanyakan Bank, untuk ATM misalnya. Wireless System juga digunakan secara luas oleh operator telephone selular dan pager. Wireless System menggunakan pemancaran gelombang mikro atau microwave transmission, sehingga sistem ini membutuhkan alat tambahan pada pesawat TV untuk menerima siaran MMDS atau Wireless System ini. Banyak perusahaan elektronik yang telah terjun ke dalam industri peralatan Wireless System ini. Di antaranya adalah : People's Choice TV, PacTel, NYNEX, Thomson (RCA), Zenith, dan General Instruments. Sedangkan Pasific Monolithics, yang terletak di jantung Lembah Silicon di Amerika adalah perusahaan yang terbesar dalam memproduksi peralatan Wireless System. Pasific Monolithics melayani lebih dari 150 perusahaan penyedia siaran Wireless System di 40 negara di seluruh dunia.
Wireless System sebenarnya sudah ada sejak tahun 1984 di Amerika. Waktu itu Wireless System sudah bisa menyediakan 33 channel (kanal) analog. Industri ini tumbuh begitu pesatnya sejak dihapuskannya pembatasan bagi Wireless System pada 1992 untuk ikut menyiarkan acara-acara top dari jaringan TV broadcast biasa. Dari hanya 200.000 pelanggan tiba-tiba tumbuh sebesar 250% menjadi 750.000 pelanggan pada akhir tahun 1994. Menurut Presiden Wireless Cable Association International, Andrew Kreig, Wireless System saat ini telah mencapai 5 juta pelanggan tersebar di 80 negara di dunia.
Wireless System adalah sistem yang paling ekonomis yang pernah dikembangkan untuk pemancaran siaran TV. Wireless System bisa menjawab mahalnya peralatan pemancar dan penerima siaran DBS yang harus dibeli oleh pelanggan (lihat tulisan saya Di Era Siaran DBS, TV Swasta Tergusur? Media Indonesia 6 Juni 1996, juga Mengukur Bisnis TV Digital Peter Gontha, SWA 5 Maret 1997). Wireless System menjawab mahalnya investasi yang dikeluarkan jaringan TV broadcast biasa untuk mendirikan sebuah satu stasiun relay di daerah supaya areal cakupannya meluas (seperti lima TV swasta di Indonesia). Atau Wireless System juga menjawab tidak praktisnya membangun siaran TV yang didistribusikan lewat jaringan kabel coaxial, seperti yang dilakukan Indovision di beberapa perumahan di Jabotabek (lihat Era Pay TV di Indonesia).
Layanan Baru yang Bisa ditawarkan TV Swasta
Satu stasiun Wireless System dapat menyediakan 33 kanal siaran analog atau 100 hingga 300 kanal siaran digital! Selain bisa digunakan untuk kanal-kanal siaran TV, kanal ini juga bisa digunakan untuk membangun Interactive TV (pay-per-view), atau kanal untuk access ke Internet dengan kecepatan mengirim data sebesar 36 Megabit per detik (lewat kabel telepon paling tinggi cuma 28,8 kilobit per detik).
Interactive TV sebenarnya sudah diaplikasikan oleh beberapa stasiun TV swasta Indonesia, namun untuk aplikasi yang sederhana yakni sebagai sarana bermain game, seperti Jitu, Gol Gol Gol dan lain-lain. Dengan Wireless System dapat disediakan interactive TV yang lebih menarik, yaitu menyediakan acara (biasanya film) yang bisa dipilih (pay-per-view). Pelanggan hanya akan membayar film yang dipesannya saja. Di Amerika, pay-per-view ini telah menurunkan pendapatan usaha rental film (Laser Disk dan Kaset) karena melalui pay-per-view, orang tidak perlu ke luar rumah untuk meminjam dan mengembalikan film dengan harga yang sama.
Untuk membangun Pay-per-view di Indonesia cukup bekerjasama dengan misalnya dengan DirecTV di Amerika yang telah memiliki perlengkapan pay-per-view. Film yang dipesan dapat ditransfer dari DirectTV melalui satelit kemudian dipancarkan ke rumah pemesan melalui Wireless. Kendati secara teknologi hal ini memungkinkan, namun di Indonesia barangkali pay-per-view ini akan terbentur pada soal peraturan, karena ini menyangkut soal serbuan "budaya asing" ke Indonesia yang sebenarnya juga sudah terjadi lewat serbuan "budaya asing" lewat Laser Disc, kaset dan terakhir lewat murahnya Video CD bajakan. Padahal lewat pay-per-view, "serbuan" ini lebih bisa dikontrol atau diseleksi dibanding menyeleksi dan mengontrolnya lewat rental dan pasar gelap.
Meski demikian Wireless System ini memiliki kekurangan, yaitu siarannya tidak boleh terhalang oleh gedung atau bukit untuk mendapatkan mutu siaran yang maksimal. Juga radius siarannya hanya 75 sampai 90 miles atau sekitar 130 km. Namun demikian kekurangan itu bisa diatasi dengan dengan peralatan repeater untuk memperbaiki siaran di daerah yang terhalang (daerah bayangan)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar